Kamis, 27 Juni 2013

SEKILAS TENTANG TARAWIH




Tahun pauntun untun, bulan paanjang anjang, minggu patunggu tunggu, poe pageye geye, jam paantai antai, menit paciwit ciwit, Seakan baru kemarin kita melaksanakan ibadah di bulan ramadlan, tiada terasa tinggal beberapa hari lagi kita akan bertemu dengan bulan yang sangat mulia itu. Dan  itulah perjalanan waktu, “yang paling ajaib dari semua yang ajaib” adalah perjalanan waktu. Semoga kita dapat berjumpa dengan bulan yang penuh berkah itu, dan kita bias menjalankan ibadah dengan ikhlas, dan yang pasti kita bisa menjalankannya dengan penuh kesungguhan.
Tidak jarang terdengar perselisihan yang seharusnya tidak perlu kita selisihkan, terutama dalam pelaksanaan ibadah, khususnya ibadah di bulan Ramadlan salah satunya Shalat tarawih, ada yang melaksanakan 8 raka’at ada juga yang 20 raka’at, mestinya tidak usah diperselisihkan, karena itu adalah ibadah sunnah, yang mau melaksanakan silahkan, dan tentu akan mendapat pahala, dan yang tidak pun tidak akan mendapat siksa. Yang melaksanakan 8 raka’at tentu mmempunyai dalil, pun dengan mereka yang melaksanakan 20 raka’at.
Islam bukan agama pertama yang ka yang menyentuh Negara kita tercinta Indonesia, Islam datang melalui mereka pedagang yang sangat berjasa menularkannya kepada kita, pada waktu itu berbagai budaya banyak digemari oleh bangsa Indonesia, wayang misalnya, atau lagu lagu khas seperti kidung atau apalah saya kurang begitu faham, kemudian Islam diselipkan dibudaya budaya tersbut dengan tujuan supaya bangsa Indonesia sedikit demi sedikit menyenangi Islam, kemudian ada seseorang yang kritis terhadap kejadian itu dan membenahinya, dari situ mulai bermunculan organisasi organisasi Islam, yang kini menjadi ruwet, banyak perbedaan, dan tak jarang menjadi persilisihan, padahal sama sama organisasi Islam. Kalau saya boleh protes, mending organisasinya satu ajah deh, ISLAM. 
 Okay, sekarang gini ajah dech, kepala sama berambut, otak berlainan, tutur kata boleh beda, pemahaman boleh tidak sama, tapi Aqidah harus tetap sama ukhuwah kita jalin selamanya.
Yuk, disimak sekilas tentang penjelasan shalat tarawih.
Shalat tarawih adalah bagian dari pada Qiyamu Ramadlan. Karena itu, mari kita lakukan ibadah shalat tarawih dengan sungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasan dari Allah swt, Karena Malam Ramadlan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu’min yang berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa ada yang terlewatkan.Jangan sampai kalian meninggalkan shalat tarawih, jika ingin memperoleh pahala shalat tarawih. Dan jangan pula kembali dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Sunan, dengan sanad shahih).



Hukum Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan khusus pada malam bulan Ramadlan yang dilaksanakan setelah shalat Isya’ dan sebelum sholat witir.
Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kaum hawa (perempuan), karena tarawih telah dianjurkan beliau Nabi Muhammad saw kepada ummatnya.
Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar dibulan Ramadlan yang penuh berkah, keagungan dan keutamaan disisi Allah swt. Sebagaimana termaktub dalam Hadist Nabi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Dari Abi Hurairah ra: sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda; “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridlo dari Allah, maka baginya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra: Rasulullah SAW menggemarkan shalat pada bulan Ramadlan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: “Barang siapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadlan hanya karena iman dan mengharapkan ridla dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR: Muslim).
Maksud kata “Qoma Ramadlan” dalam hadist di atas adalah melaksanakan ibadah untuk menghidupkan malamnya bulan Ramadlan dengan cara melaksanakan shalat tarawih, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah-ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang dianjurkan beliau Nabi saw. Dan orang-orang yang melakukannya dengan didasari iman dan mengharapkan keridlo’an Allah, maka Allah swt akan mengampuni dosa-dosa kecilnya yang telah lewat.

Sejarah Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadlan, dan shalat tarawih ini dikerjakan Nabi pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua hijriyyah, namun pada masa itu beliau mengerjakan shalat tarawih tidak di masjid terus menerus, kadang di masjid, kadang mengerjakannya di rumah. Sebagaimana dalam Hadist:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra: sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari sholat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau, beliau sholat dan pengikut bertambah ramai (banyak) pada hari ke-Tiga dan ke-empat orang-orang banyak berkumpul menunggu beliau Nabi, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi. Ketika pagi-pagi, Nabi bersabda: “sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang kemasjid karena aku takut sekali kalau sholat ini diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “hal itu terjadi pada bulan Ramadlan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memang pernah melaksanakan sholat tarawih, pada malam hari yang ke-dua beliau datang lagi mengerjakan sholat dan pengikutnya tambah banyak. Pada malam yang ketiga dan ke-empat Nabi tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut sholat tarawih itu akan diwajibkan Allah, karena pengikutnya sangat antusias dan bertambah banyak, sehingga hal ini ada kemungkinan beliau berfikir,  Allah sewaktu-waktu akan menurunkan wahyu mewajibkan sholat tarawih kepada ummatnya, karena orang-orang Muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal ini terjadi tentulah akan menjadi berat bagi ummatnya. Atau akan memberikan dugaan kepada ummatnya, bahwa sholat tarawih telah diwajibkan, karena sholat tarawih adalah perbuatan baik yang selalu dikerjakan Nabi, sehingga ummatnya akan menduga sholat tarawih adalah wajib. Hal ini sebagaimana keterangan dibawah ini:
أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى
Artinya: “Sesungguhnya Nabi ketika menekuni sesuatu dari amal kebaikan dan diikuti ummatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas ummatnya”.
Langkah bijaksana dan sangat sayangnya Nabi saw kepada ummatnya. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan:
1)     Nabi melaksanakan shalat tarawih berjama’ah di Masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada ummatnya.

2)      Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya.


3)      Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan roka’at dan ketentuan roka’at shalat Tarawih secara rinci.




Jumlah Roka’at Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar Dan Umar Ra.
Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah (sholat sunnah yang sangat disunnahkan). sedangkan roka’at shalat tarawih adalah 20 roka’at tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan sahabat Umar dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya, baik ulama’ salaf atau ulama’ kholaf mulai masa sahabat Umar sampai sekarang ini, bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ madzhab, Syafi’I, Hanafi, Hanbali dan mayoritas Madzhab Maliki, karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang berpendapat bahwa shalat tararawih itu lebih dari 20 roka’at sampai 36 roka’at. Adapun hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadlan “yakni shalat tarawih” dengan tiga puluh sembilan roka’at yang tiga adalah sholat Witir”.
Dan Imam Malik sendiri memilih 8 rokaat namun secara mayorits Malikiyyah yaitu sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 roka’at, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya.

Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar Ra.
Shalat tarawih Pada masa Kholifah Abu Bakar ra. Umat Islam melaksanakan shalat sendiri-sendirian atau berkelompok ada 3 ada 4 dan ada yang 6 orang.
Pada masa kholifah Abu Bakar shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut roka’at shalat tarawihpun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 roka’at kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.

Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Umar Ra.
Setelah  Umar mengetahui umat Islam shalat tarawih dengan sendiri-sendirian, barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan dibawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا (رواه أبو داود)
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah saw keluar di bulan Ramadlan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, “Siapa mereka?” kemudian di jawab: “Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab sholat mengimami mereka, lalu Nabi berkata: “benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang mereka lakukan”. (HR: Abu Dawud).
Kemudian Sahabat Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat Tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ (رواه البخاري)
Artinya: “Dari ‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau berkata; “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah”. Lalu Sayyidina Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni shohabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan sholat tarawih dengan berjama’ah di belakang satu imam. Umar berkata: “sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR: Bukhari).
Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah sahabat Umar ra, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 roka’at. Sebagaimana keterangan:
عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ , قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه مالك)
 “Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 23 rokaat“. (HR. Malik)
Yang dimaksud 23 roka’at adalah, melaksanakan shalat Tarawih 20 roka’at dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (راه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ)
Artinya: “Dari Saaib bin Yazid berkata: “para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 20 roka’at”. (HR. Al-Baihaqi).
Dua dalil di atas sangat jelas sekali menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih 20 roka’at, dalil tersebut juga dikuatkan dengan perilaku para shahabat yang telah mengikutinya bahkan Sayyidah ‘Aisyahpun juga mengikuti, hal ini telah menunjukkan menjadi ijma’ sahabat karena tiada satu orangpun yang mengingkari atau menentang, begitu juga para ulama’ empat madzhab atau madzhab lainnya. Jadi shalat tarawih 20 roka’at ini sangat jelas dan harus kita ikuti karena ini adalah sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang harus kita ikuti, dan Sayyidina Umar adalah juga salah satu sahabat yang telah diakui kebenarannya oleh Nabi. Sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ  قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ (رواه الترمذي)
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati umar”. (HR. Turmudzi).
Dan Hadist Nabi SAW:
وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي عُضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَقَالَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ)
Artinya: “Dan sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapatkan pentunjuk setelah aku meninggal, maka berpegang teguhlah padanya dengan erat”.
Dan Hadist Nabi SAW:
عَنْ حُذَيْفَةُ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ( أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ)
Artinya: “Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; “ikutilah dua orang setelahku, yakni abu bakar dan ‘Umar”. (HR. Turmudzi).
Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama’
فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ إلَى أَنَّ التَّرَاوِيحَ عِشْرُونَ رَكْعَةً لِمَا رَوَاهُ مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ مِنْ قِيَامِ النَّاسِ فِي زَمَانِ عُمَرَ رضي الله تعالى عنه بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَجَمَعَ عُمَرُ النَّاسَ عَلَى هَذَا الْعَدَدِ مِنْ الرَّكَعَاتِ جَمْعًا مُسْتَمِرًّا قَالَ الْكَاسَانِيُّ: جَمَعَ عُمَرُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله تعالى عنه فَصَلَّى بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَيَكُونُ إجْمَاعًا مِنْهُمْ عَلَى ذَلِكَ. وَقَالَ الدُّسُوقِيُّ وَغَيْرُهُ: كَانَ عَلَيْهِ عَمَلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ. وَقَالَ ابْنُ عَابِدِينَ: عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ شَرْقًا وَغَرْبًا. وَقَالَ عَلِيٌّ السَّنْهُورِيُّ: هُوَ الَّذِي عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ وَاسْتَمَرَّ إلَى زَمَانِنَا فِي سَائِرِ الْأَمْصَارِ وَقَالَ الْحَنَابِلَةُ: وَهَذَا فِي مَظِنَّةِ الشُّهْرَةِ بِحَضْرَةِ الصَّحَابَةِ فَكَانَ إجْمَاعًا وَالنُّصُوصُ فِي ذَلِكَ كَثِيرَةٌ. (الموسوعة الفقهية . ج 27 ص 142)

Artinya: “Maka menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’ Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabillah, Dan sebagian malikiyyah, bahwa shalat tarawih adalah 20 roka’at, karena pada hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqyi dari Saib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khatthab ra dengan 20 roka’at, dan Umar mengumpulkan manusia untuk melakukan tarawih 20 roka’at dengan jama’ah (golongan) yang terus menerus sampai sekarang. Imam As-Sakakyi berkata: Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah saw pada Ubay bin Ka’ab ra, kemudian Ka’ab sholat mengimami mereka 20 roka’at, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka. Dan Imam Ad-Dasukyi berkata: dan itu yang dilakukan shohabat dan tabi’in, dan Imam Ibnu ‘Abidin berkata: itu adalah yang dilakukan manusia mulai dari bumi timur sampai bumi barat, dan ‘Ali As-Sanhuryi berkata: itu adalah yang dilakukan manusia sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya, dan berkata ulama’ Hanabilah: “ini telah yaqin terkenal (mashur) di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dali Nash yang menjelaskanya.



Imam Ibnu Taimiyyah dan Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab juga menegaskan sebagaimana berikut:
Keterangan yang terdapat dalam sebuah kitab “Tashhih Hadistis Sholah At-Tarawih Isriina Roka’ah “ . Imam ibnu Taimiyyah juga sepakat dan berpendapat, bahwa rok’at shalat tarawih 20 rika’at, dan beliau menfatwakan sebagaimana berikut, Artinya: Imam Ibnu Taimiyyah berkata dalam fatwanya, “Telah terbukti bahwa sahabat bin Ubay bin Ka’ab mengerjakan sholat Ramadlan bersama-sama orang pada waktu itu sebanyak 20 roka’at, lalu mengerjakan Witir 3 roka’at, kemudian mayoritas Ulama’ mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satupun diantara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”. Dan di dalam kitab “Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah” diterangakan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan roka’at shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjama’ah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka sholat yang mereka lakukan adalah 20 roka’at”.

Niat Shalat Tarawih

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / إِمَامًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر….

Doa Setelah Sholat Tarawih

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِاْلإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ وَلِفَرَائِضِكَ مُؤَدِّيْنَ وَلِلصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّهْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلأَخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَآءِ رَاضِيْنَ وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ وَعَلَى الْبَلاَءِ صَابِرِيْنَ وَتَحْتَ لِوَآءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَإِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ وَعَلَى سَرِيْرَةِ الْكَرِيْمَةِ قَاعِدِيْنَ وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ وَمِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتِبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. دَعْوَاهُمْ فِيْهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلاَمٌ وَأَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِيْ لَيْلَةِ هَذَا الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَآءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا وُضُوْئَنَا وَصَلاَتَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَائَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسْبِيْحَنَا وَتَهْلِيْلَنَا وَتَمْجِيْدَنَا وَخُشُوْعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَلاَ تَضْرِبْ بِهَا وُجُوْهَنَا يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَيَا خَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.


Niat Sholat Witir
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا / مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر ….
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةً إِمَامًا / مَأْمُوْمًا للهِ تَعَالَى. الله أكبر ….

Dzikir Setelah Shalat Witir
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ×3 . سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ.
Doa Setelah Shalat Witir
اَللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ: اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ أَهْلَ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِك , وَيُكَذِّبُونَ رَسُولَكَ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ، وَيَدِيْنُوْنَ دِينًا غَيْرَ دِينِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ , وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوا بِعَهْدِك الَّذِي عَاهَدَتْهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّك وَعَدُوِّهِمْ إلَهَ الْحَقِّ فَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ. (اللَّهُمَّ إنَّك عَفْوٌ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيمْ ×3)


Bandung, 19 Sya’ban 1434 H
Umi Sasya (Eunis Khoerunnisa)

(Diambil dari Berbagai Sumber)

Senin, 24 Juni 2013

NISHFU SYA'BAN

NISHFU SYA’BAN
(Malam Pertengahan Bulan Sya’ban)

1. Malam Pengampunan Dosa
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

“Sesungguhnya Alloh melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, At Thabrani, dan disahihkan Al Albani)

2. Malam Diijabah Do’a
Di Malam Nishfu Sya'ban juga, adalah di antara malam-malam yang dikabulkan doa. Berkata Imam asy-Syafi`ie dalam kitabnya al-Umm:

"Telah sampai pada kami bahwa dikatakan: sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam yaitu: pada malam Juma’t, malam Hari Raya Adha, malam Hari Raya `Aidil Fitri, malam pertama di bulan Rajab dan malam nishfu Sya'baan."

3. Malam Buku Amal Hamba Diangkat ke Langit
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Sya'ban merupakan bulan di mana amal shalih setiap hamba akan diangkat ke langit.
Salah satu dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berkut ini:

Dari Usamah bin Zaid berkata,” Rasul saw bersabda, ... "Bulan( Sya’ban) tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat (buku) amal-amal kepada Rabb alam semesta (tepatnya malam nisfhu sy’aban), maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa.” (HR Ahmad, Abu
Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)

Oleh karena itu, mari kita tutup buku amal kita dengan berbagai macam amal kebaikan, seperti dengan sholat, puasa, membaca al-Qur’an (khusunya surat Yasin), memperbanyak sodaqoh dan sebagainya.

AQIQAH



DEFINISI APA ITU AQIQAH (AKIKAH)

Secara etimologis (lughawi) aqiqah adalah memotong (al-qat'u) atau nama untuk rambut pada kepala bayi yang dilahirkan (اسم للشعر على رأس المولود).

Menurut terminologi syariah (fiqih) akikah adalah hewan yang disembelih sebagai wujud rasa syukur atas karunia Allah atas lahirnya seorang anak baik laki-laki atau perempuan.
Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qorib al-Mujib mendefinisikan aqiqah sbb: (الذبيحة عن المولود يوم سابعه) أي يوم سابع ولادته بحسب يوم الولادة من السبع) Kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketuju kelahiran.

DALIL DASAR HUKUM AQIQAH (AKIKAH)

- Hadits Riwayat Ahmad dan Imam Empat Hadits shahih menurut Tirmidzi.
كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويتصدق بوزن شعره فضة أو ما يعادلها ويسمى
Artinya: Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur habis1 rambutnya, dan diberi nama

- Hadits dalam sahih Bukhari

مع الغلام عقيقه فأهريقوا عنه دما وأميطوا عنه الأذى
Artinya: Setiap anak bersama aqiqahnya, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah gangguan darinya

- Hadits riwayat Abu Daud

أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ
Artinya: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.

- Hadits riwayat Malik dan Ahmad

وَزَنَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ شَعَرَ حَسَنٍ وَحُسَيْنٍ، فَتَصَدَّقَتْ بِزِنَتِهِ فِضَّةً.
Artinya: Fatimah Binti Rasulullah SAW (setelah melahirkan Hasan dan Husain) mencukur rambut Hasan dan Husain kemudian ia bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya.

- Hadits riwayat Abu Daud dan Nasai

مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ عَنِ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ
Artinya: Barang siapa diantara kamu ingin beribadah tentang anaknya hendaklah dilakukan aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing

- Hadits riwayat Abu Daud

أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ اَلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
Artinya: Nabi beraqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing kibas.

BACAAN SAAT MENYEMBELIAH HEWAN AKIKAH

Sunnah membaca niat untuk aqiqah (akikah) sbb: Teks Tulisan Arab:
(sebutkan nama)... بسم الله، اللهم لك وإليك عقيقة
Tulisan latin: Bismillah Allahumma laka wa ilaika aqiqatu ... [sebutkan nama]

HUKUM AQIQAH (AKIKAH)

Ada tiga pendapat ulama dalam masalah status hukum akikah yaitu wajib, sunnah mu'akkad dan sunnah. Menurut madzhab Syafi'i hukumnya adalah sunnah (mustahab) apabila mampu.

SYARAT HEWAN AQIQAH (AKIKAH)

Adapun syarat hewan kambing yang dapat dijadikan aqiqoh itu sama dengan syarat hewan qurban (kurban) sbb:

- Kambing: sempurna berusia 1 (satu) tahun dan masuk usia (dua) tahun.
- Domba: sempurna berusia 6 (enam) bulan dan masuk bulan ke-7 (tujuh).
- Tidak boleh ada anggota badan hewan yang cacat.
- Dagingnya tidak boleh dijual.

WAKTU PELAKSANAAN AQIQAH (AKIKAH)

- Waktu pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari ketujuh lahirnya anak sekaligus memberi nama.
- Yang melaksanakan dan membeli kambing adalah orang tua anak yakni ayah sebagai kepala rumah tangga.
- Apabila aqiqah tidak dilakukan sampai anak mencapai akil baligh, maka gugurlah kewajiban aqiqah bagi orang tua.
- Anak yang belum diaqiqahi sampai baligh boleh beraqiqah untuk dirinya sendiri dan boleh tidak melakukannya. (Lihat: "Hukmul Aqiqah" dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib )

SUNNAH DILAKUKAN SAAT BAYI LAHIR

Menurut Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qarib saat seorang anak lahir, maka disunnahkan orangtuanya (bapaknya) melakukan hal-hal berikut untuk anak tersebut:

1. Segera setelah anak lahir ayah memperdengarkan adzan pada kuping kanan anak dan iqomah pada kuping kirinya.
2. Memberi sedikit kurma yang sudah dilembutkan pada mulut anak sampai tertelan. Apabila tidak ada kurma, maka bisa diganti dengan sesuatu yang manis.
3. Diberi nama pada hari ketujuh. Boleh memberi nama sebelum hari ketujuh atau setelahnya.
4. Setelah penyembelilan hewan aqiqah, rambut bayi dipotong dan sunnah bersedekah dengan emas atau perak seberat timbangan rambut yang dipotong.[1]

Catatan: Kalau seandainya anak tersebut meninggal sebelum hari ketujuh, sunnah hukumnya memberi nama.

Sumber: فصل في أحكام العقيقة

[1] Dari Imam Nawawi dalam kitab Minhajut Talibin (ويُحْلَقَ رأسُه بعد ذبحِها ويُتَصَدَّقَ بزِنَتهِ ذهبًا أو فِضَّةً).

FADHILAH (KEUTAMAAN) DAN MANFAAT AKIKAH

- Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah dengan lahirnya sang anak.

- Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.

PEMBAGIAN AKIKAH PADA FAKIR MISKIN

- Pelaku aqiqah yakni orang tua bayi hendaknya memberi makan pada fakir miskin dengan memasak daging aqiqah sebagai lauknya.
- Pemberian makan tersebut dapat berupa undangan ke rumah atau dihantarkan ke rumahnya

Minggu, 23 Juni 2013

Celoteh Bidadari Bidadari Kecilku

KHITANAN

                Ketika ada temannya yang dikhitan atau kami biasa menyebutnya dengan SUNATAN, saya mengajak mereka untuk menengoknya, sebelum berangkat, seperti biasa kalau anak kecil selalu nanya,
Syakira: "Umi... Aa. hisyam disunat yang keberapa?" kujawab sambil ketawa: 'disunat itu sekali seumur hidup sayang." wkwkwkw

                Selang beberapa hari ada lagi yang disunat, yaitu anaknya tetangga deket dan termasuk teman anak anak saya juga di Sekolahnya syakira yang ngerengek ngajak liat yang disunat, pas sampai ke rumah yang disunat, liat yang disunat jalannya kayak gituh (khas yang udah disunat, agak ngangkang), disitu Syakira nggak komentar apa apa, tapi pas nyampe di rumah dia nanya: "kenapa Eel jalannya kaya gituh?" kujawab dengan singkat: kan dah disunat/dibersihin"
Sore hari seperti biasa dia mandi, eh, pas pulang dari jamban, pake handuk, jalannya ngangkang kaya abis yang disunat, saya tanya:"kenapa jalannya kayak gitu?" dia langsung jawab: kan abis dibersiin"
Huaaaaaaa....


BELAJAR NGAJI

                Anak kembar saya usianya 5 tahun, alhamdulillah mereka sudah bisa membaca al-qur'an, saya selalu mengingatkan mereka ketika membaca al-qur'an, bahwa ketika membaca alqur'an harus benar makhrojnya, dan panjang pendeknya (tajwid atau tahsinnya), sedikit demi sedikit saya mengajari mereka tentang bacaan yang harus panjang, kumulai dengan bacaan yang panjangnya dua harokat, "Sajida, Syakira kalau yang dua harokat biar gampang dan tidak kepanjangan atau kependekan bacanya diayun ya!" kali ini Sajida yang komentar: "oke dech, diayun ya yang dua harokat, kalau yang enam harokat berarti diayun ayun ya?" hehehe.....





Rabu, 19 Juni 2013

Kain Perca Jadi Berharga


Dulu, kain perca beberapa karung biasanya dibakar atau paling banter dibikin penghapus kalau ada kegiatan kerajinan tangan ketika aku Sekolah Dasar, atau menjadi mainan ketika anjang anjangan bareng tetangga. kebetulan ibuku seorang penjahit, jadi, kain perca menggunung di rumah.
Daripada dibuang atau dibakar, mending dimanfaatkan.
Bros kain perca ini bisa dipakai acsesoris baju atau hijab, atau bisa buat souvenir khitanan atau acara pernikahan, dan lain sebagainya.
Order 087822281983
Pin 7660A253
atau langsung dikolom komentar.




















Mohon do'anya dari semua, semoga karyaku ini bisa terus kujalani, bermanfaat dan berkah, aamiin

Kamis, 13 Juni 2013

Karyaku

                                                                    Bros model ros



                                                        bros model ros dua warna



                                                              Bros montok


Mohon do'anya dari semua, semoga karyaku ini bisa lebih baik dan berkah, aamiin....
Bagi teman yang mau order buat souvenir acara pernikahan atau khitanan, boleh langsung pesan, di kolom komentar atau tlp/sms langsung ke 087822281983.













Do'a



DO’A MEMOHON ANAK SHOLEH

DOA NABI ZAKARIA

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Artinya:
Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".(QS. Ali Imran ayat 38)

DOA NABI IBROHIM (1)

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
Artinya:
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku. (QS. Ibrahim ayat 40)

DOA NABI IBROHIM (2)

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya:
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang yang sholeh (QS. Ash Shafat ayat 100

Musik



HUKUM MEMAINKAN ALAT MUSIK (REBANA) DI MESJID

Para ulama' berselisih pendapat mengenai hukum main rebana (terbangan ) di dalam masjid pada acara-acar a tertentu seperti akad nikah, pembacaan maulid, terdapat dua pendapat yang saling bertentangan dalam masalah ini ;

Pendapat pertama menyatakan menyatakan bahwa memainkan rebana di dalam masjid diperbolehkan. berdasarkan hadits nabi ;
أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ، وَاجْعَلُوهُ فِي المَسَاجِدِ، وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ

“Umumkanlah pernikahan, dan lakukanlah di masjid, serta (ramaikan) dengan memukul duf (rebana).” (Sunan Turmudzi, no.1089)

Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam fatwa beliau yang termuat dalam kitab "Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro" menjelaskan, hadits tersebut mengisyaratkan kebolehan memainkan rebana dalam acara pernikahan didalam masjid, dan diqiyaskan pula kebolehan memainkan rebana untuk acara-acara lainnya. Syekh Al-Muhallab menyatakan bahwa semua pekerjaan yang dikerjakan didalam masjid apabila tujuannya demi kemanfaatan kaum muslimin dan bermanfaat bagi agama, boleh dikerjakan didalam masjid. Qodhi Iyadh juga menyatakan hal yang sama, beliau menambahkan, selama pekerjaan tersebut tidak merendahkan kemuliaan masjid maka boleh dikerjakan.

Kebolehan diatas dengan batasan selama tidak mengganggu kekhusukan orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah didalam masjid dan dilakukan dengan cara yang tidak sampai merendahkan kemuliaan masjid, jika ketentuan tersebut dilanggar maka hukumnya haram.

Pendapat kedua menyatakan bahwa hukumnya haram karena menganggap masjid bukanlah tempat keramaian dengan memukul rebana, melainkan tempat khusus ibadah. Adapun hadits yang membolehkan memainkan rebana dimasjid, menurut
mereka yang maksud hadits itu adalah menampakkan akad nikah didalam masjid dan memukul rebananya dilakukan diluar masjid.

Dalam kitab Imam Suyuthi, dalam kitab beliau, "Al-Amru Bil Ittiba' Wannahyu Anil Ibtida' menjelaskan :

"Di antaranya (perkara-perkara bid'ah) adalah menari, menyanyi di dalam masjid, memukul duf (rebana) atau rebab (sejenis alat musik), atau selain itu dari jenis alat-alat musik. Maka, barang siapa yang melakukan itu di masjid maka dia mubtadi’ (pelaku bid’ah), sesat, patut baginya diusir dan dipukul, karena dia meremehkan perintah Allah untuk memuliakan masjid. Alloh Ta’ala berfirman ;
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ

“Bertasbih kepada Alloh di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya.” (Q.S. An-Nur : 36)

Rumah-rumah Alloh adalah masjid-masjid, dan Alloh Ta’ala telah memerintahkan untuk memuliakannya, menjaganya dari kotoran, najis, anak-anak, ingus (ludah), (bau) bawang putih, bawang merah, nasyid-nasyid dan sya’ir di dalamnya, nyanyian dan tarian, dan barang siapa yang bernyanyi di dalamnya atau menari maka dia adalah pelaku bid’ah, sesat dan menyesatkan, dan berhak diberikan hukuman".

Kesimpulannya, hukum memainkan rebana didalam masjid adalah khilaf, sebagian ulama' memperbolehkannya dan sebagian ulama' melarangnya. Wallohu a'lam

Referensi :
1. Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro, Juz : 4 Hal : 356
2. Umdatul Qori Syarah Shohih Bukhori, Juz : 4 Hal : 220
3. Fathul Bari, Juz : 3 Hal : 340
4. Umdatul Mufti Wal Mustafti, Juz : 1 Hal : 129
5. I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 316
6. Al-Amru Bil Ittiba' Wannahyu Anil Ibtida', Hal : 30

Ibarot :
Al-Fatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro, Juz : 4 Hal : 356

وفي الترمذي وسنن ابن ماجه عن عائشة - رضي الله تعالى عنها - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال «أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف» وفيه إيماء إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك فعلى تسليمه يقاس به غيره

Umdatul Qori Syarah Shohih Bukhori, Juz : 4 Hal : 220
وقال المهلب المسجد موضوع لأمر جماعة المسلمين وكل ما كان من الأعمال التي تجمع منفعة الدين وأهله

Fathul Bari, Juz : 3 Hal : 340
وحكى القاضي عياض، عن بعض شيوخه، أنه قال: إنما يمنع في المساجد من عمل الصنائع التي يختص بنفعها آحاد الناس وتكتسب به، فأما الصنائع التي يشمل نفعها المسلمين في دينهم كالمثاقفة، وإصلاح آلات الجهاد مما لا امتهان للمسجد في عمله فلا بأس به. والله أعلم

Umdatul Mufti Wal Mustafti, Juz : 1 Hal : 129
مسألة : ضرب الطبل في المسجد حرام شديد التحريم، لما فيه من الإستخفاف بحرمة المسجد وامتهانه، وذلك حرامشديد التحريم، والمزمار فيه اشد تحريما، والمخالفة لما امر الله به من تعظيم المسجد ولا شك ان المستعمل للطبل والمزمار في المسجد متعرض لسخط الله ومقتهوحلول النقمة به، لأن فعله المذكور يشعر باتخفافه بحرمة المسجد – الى ان قال – واما حديث الترمذي مرفوعا :” { أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَافْعَلُو هُ فِي الْمَسَاجِ دِ وَاضْرِبُو ا عَلَيْهِ بِالدُّفِّ }…فالمراد منه : جعل العقد في المسجد والدف خارجه إعلانا بالنكاح،وما استند اليه بعضهم من انه صار فعله في المسجد شعارا للأعياد والصوم ونحوهما..ف جهل قبيح وغلطفي الإستدلال، ولا تصلح العادة دليلا للأحكام الشرعية بل هذا ان وقع.. فهو شعار معاند ومراغم للشرع –إلى أن قال- يقول الفقير : مفهوم حديث مسلم : ان الإشغال بغير ذلك وضع للشيئ في غير محله ، وقد اعتيد في بعض البلدان إيقاع ختم القرآن مثلا في المسجد، وتفرقةالقهوة والحلوى والسمسم ونحوها ، ودخول الصبيان المسجد فيقع منهم تقذير المسجد، وذلك حرام شديد التحريم، والتصدق بذلك وان كان قربة في ذاته الا ان اقترانها بالمحرم وهو عدم احترام المسجد صيره محرما، فان اريد فعل الختم فيه وتفرقة ما ذكر .. وجب المنع من المحرم في المسجد اعني تقذيره والإزراء به ، ولعب الصبيان فيه كما قال ابوالعباس الطنبداوي ما ملخصه { الأمور المستحبة لا يمنع منها اذا اقترنت بها مفسدة ، وانما يمنع من تلك المفسدة كما لو وقع اختلاط النساء بالرجال فيالطواف ، فالطواف باق علىمشروعية وانما بؤمر الطائف بالبعد عنهن وغضالطرف بحيث يسلم من المفسدة} انتهى كلامه. واذا كان وقوع الختم في المسجد مع وقوع التلويث والإزدراء واللعب ولم يتأت المنع من وقوع ما اقترن بالختم من الإزدراء واللعب..صا ر فعل الختم فيه حراما، ففي فتاوى ابن حجر الحديثية { ان المواليد التي تفعل بمكة اكثرها مشتمل على خير كصدقة و ذكر وصلاة على النبي صلى الل عليه وسلم، وعلى شرور لو لم يكن منها الا رؤية النساء للرجال الأجانب، وبعضها ليس فيه شيئ لكنه قليل نادر. قال ابن حجر : ولا شك ان القسم الأول ممنوع للقاعدة المقررةالمشهورة : ان درء المفاسد مقدم على جلب المصالح، فمن علم وقوع شيئ من الحرام فيما يفعل من ذلك..فهو آثم عاص، فالخيرفيه لا يساوي شره ، الا ترى ان الشارع اكتفى من الخير بما تيسر، ومنع من جميع انواع الشر حيث قال ”اذا امرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، واذا نهيتكم عن شيئ فاجتنبوا ” !. وقرر ابن حجر في القسم الخالي من الشر سنيته، واستتدل بالأحاديث الواردة في الأذكار الخاصة والعامة } انتهى. فمتى كان وجود القهوة والحلوى ونحوهما سببا لحضور الصبيان وانتهاكهم حرمة المسجد.. كان المحضر آثما لأن التسبب في المعصية معصية. ويجب على من له قدرة على إزالته إزالته، وانكان يزول بحضوره .. وجب حضوره او النهي الذي يزول به المنكر، فان لم يقدر على إنكاره .. حرم عليه الحضور كما في نظيره في الوليمة مع انها واجبة، ووردالزجر عن عدم الإجابة عليها ، ويأثم ولي الصبيوالسفيه المنتهك لحرمة المسجد ان اطلع على فعله ولم يزجره ، او علم ان ذلك الصبي ممن عرف بالأذية للمسجد لبذائة لسانه وكثرة صياحه ومزيد شره كأكثر صبيان العصر، وربما تجمع الصبيان وغيرهم لذلك وهناك مصلّ اوذاكر او طالب علم فيشوش عليهم، فيدخل الفاعل فيوعيد {وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ } اي لا احد اظلم منه

I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 316

وقال في شرحه: قوله أعلنواهذا النكاح، أي أظهروه إظهار السرور. وفرقا بينه وبينغيره واجعلوه في المساجد مبالغة في إظهاره واشتهاره، فإنه أعظم محافلالخير والفضل. وقوله واضربوا عليه بالدفوف: جمع دف، بالضم، ويفتح، ما يضرب به لحادث سرور. (فإن قلت) المسجد يصان عن ضرب الدف: فكيف أمر به ؟ (قلت) ليس المراد أنه يضرب فيه، بل خارجه، والامر فيه إنما هو في مجردالعقد

Al-Amru Bil Ittiba' Wannahyu Anil Ibtida', Hal : 30
ومن ذلك الرقص، والغناء في المساجد، وضرب الدف أو الرباب، أو غير ذلك من آلات الطرب. فمن فعل ذلك في المسجد، فهو مبتدع، ضال، مستحق للطرد والضرب؛ لأنه استخف بما أمر الله بتعظيمه، قال الله تعالى: (في بيوت أذن الله أن ترفع " أي تعظم " ويذكر فيها اسمه)، أي يتلى فيها كتابه. وبيوت الله هي المساجد؛ وقد أمر الله بتعظيمها، وصيانتها عن الأقذار، والأوساخ، والصبيان، والمخاط، والثوم، والبصل، وإنشاد الشعر فيها، والغناء والرقص؛ فمن غنى فيها أو رقص فهو مبتدع، ضال مضل، مستحق للعقوبة