Selasa, 15 April 2014

Belajar Metode Dakwah dari al-Qur'an



Metode Dakwah
(Berbagi Ilmu dengan Generasi Dakwah)
          Dakwah, adalah tugas setiap umat Islam, sekecil apapun ajakan kita kepada orang lain bisa disebut dengan dakwah. Jadi, jangan artikan dakwah hanya ceramah di mimbar-mimbar, didepan kamera atau diatas panggung. Belakangan banyak penomena pelaku dakwah atau da’i yang menghebohkan, kalau yang positif, ya, bagus, tapi kalau yang beredar dimedia yang negative, tentunya akan mencemarkan nama baik da’i itu sendiri, dan mau tidak mau para da’i yang lain kecipratan dampaknya. Baik da’i kondang yang sudah melanglang buana, ataupun da’i yang masih anak bawang seperti saya (maksudnya istri mantan tukang bawang) hehe.
          Bersyukur saya dibesarkan dilingkungan Pesantren yang selalu melatih para santrinya supaya bermental baja, bukan mental tempe, dilatih untuk berani tampil didepan umum terutama untuk tampil berdakwah. Saya masih ingat, ketika di Pesantren setiap menjelang malam jum’at semua santri sibuk mencari materi yang akan disampaikan pada acara latihan dakwah, sibuk mencari materi yang akan disampaikan, sibuk berlatih jalan menuju podium, berlatih membaca salam, retorika, bahkan zaman saya di Pesantren kalau mau latihan dakwah sibuk nyari lagu yang cocok juga dengan materi yang akan disampaikan, bisa dangdut, pop, atau lagu-lagu melayu, heuhey, emang sih sedikit lebay, tapi sangat mengesankan, karena mau tidak mau dakwah harus menarik dengan sedikit bumbu seperti itu (aaah, jadi kangen masa-masa di Pesantren).
          Dan, saya nggak bakalan lupa, kalau setiap ba’da magrib mengikuti pengajian tafsir, saya selalu bawa buku catatan, apa yang disampaikan Guru tercinta semuanya saya catet, dan catatan itu masih ada sampai sekarang. Saya duduk dibarisan paling depan, saya liatiiin gerak gerik Guru saya, sampai gaya bicaranya beliau. Daaaan, ternyata sampai sekarang saya tiru gaya beliau, ketika saya mau ngisi ceramah di Majlis-majlis Ta’lim misalnya, saya selalu baca kalimah toyyibah sebelum berdakwah, sama seperti apa yang dilakukan guru saya (semoga saya bisa seperti beliau) aamiin.
          Dan jauh sebelum saya kuliah di Fakultas Dakwah, saya terlebih dahulu belajar berdakwah di Pesantren, kemudian banyak belajar teori dibangku perkuliahan. Tak apalah, praktek dulu, kemudian teori, kemudian praktek lagi.
          Dari banyaknya penomena palaku dakwah atau da’i yang nyeleneh saat berdakwah, ada yang menggunakan metode pengobatan yang berujung pada kasus yang menurut saya tidak pantas dilakukan oleh seorang pelaku dakwah, metode persilatan, yang menjadi heboh di media, bahkan metode dakwah yang berkolaborasi dengan goyang oplosan, hadoooh, dunia dakwah menjadi seperti lelucon, padahal, dakwah itu tugas mulia semua umat Islam, dan tentunya membawa pesan agama yang sangat mulia, lantas, pantaskah pesan agama yang sangat mulia ini dicampur adukkan dengan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh pengemban dakwah? Tentu tidak, oleh karenanya, seorang da’i perlu membekali dirinya ilmu tentang kedakwahan, disamping materi yang akan disampaikan. Berikut sekelumit ilmu tentang metode dakwah yang kupersembahkan buat generasi dakwah.
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Apabila kita artikan secara bebas,  metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
          Dakwah adalah mengajak dan menggerakkan manusia agar mentaati ajaran-ajaran Alloh (Islam) dengan hikmah dan kasih sayang sehingga Islam dilaksanakan dalam kehidupan, dalam arti yang luas, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
          Dari pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa metode dakwah adalah cara-cara tetentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menetapkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.
               Metode dakwah menyangkut masalah bagaimana dakwah itu harus dilaksanakan. Jadi, metode dakwah adalah suatu cara yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah. Cara-cara ini dilakukan pada suatu pelaksanaan dakwah berlangsung. Tentunya penggunaan cara tersebut tergantung kepada materi dan objek tertentu pula. Untuk itu para da’i dituntut agar menggunakan metode yang tepat supaya dakwah yang dilakukannya mencapai keberhasilan.
Al-Qur’an memberikan petunjuk berbagai metode dakwah sebagaimana tersirat dalam Q.S al-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
        “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui tentang siapa yang sesat dijalan-NYA  dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dari ayat tersebut dirumuskan setidaknya ada tiga metode dakwah yang dikemukakan, yaitu:
1.   Metode Hikmah
             Arti hikmah menurt Al-Asma’i  adalah mencegah manusia dari perbuatan dzalim. Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang, diartikan demikian karena sipenunggang kuda dapat mengendalikan kudanya, sehingga sipenunggang kuda dapat mengaturnya, baik itu perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali dan tidak akan terjerumus pada perbuatan yang hina.
M. Abduh berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga diartikandalam arti ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi mengandung banyak makna.  Atau diartikan meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya. Sementara Toha Yahya Umar menyatakan bahwa hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman akan tetapi tidak bertentangan dengan aturan Alloh.
             Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi, arti hikmah adalah:
باالحكمة أي باالمقالة الصحيحة المحكمة وهو الدليل المو ضح للحق المزيل لشبهة
“Dakwah bi al-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.”
          Menurut Syeikh Zamakhsyari dalam kitabnya “al-Kasysyaf” al-hikmah adalah perkataan yang pasti dan benar, ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran.”
            Dari penjelasan diatas dapat diambil pemahaman bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, karena dapat menentukan sukses dan tidaknya dakwah.
Al-Ghazali mengemukakan bahwa ada empat menifestasi hikmah, yaitu:
-          Husn at-Tadbir (kemampuan/kecakapan administrative) kecakapan ini memungkinkan seseorang menentukan cara terbaik untuk mendapatkan kebaikan bagi dirinya sendiri maupun orang  lain. Misalnya, dalam mengatur rumah tangga atau Negara;
-          Paudat adz-Dzihan (kecermatan yang sangat), kecakapan ini menolong orang untuk sampai kepada keputusan yang tepat ketika terjadi silang pendapat;
-          Naqayat ar-Ra’y (kejernihan pikiran), hal ini merupakan wawasan yang membantu seseorang untuk menerapkan cara-cara yang benar untuk mendapatkan hasil-hasil terbaik dalam sebuah problem tertentu;
-          Sawab az-Zahra (ketajaman pikiran), kecakapan jenis ini meliputi kecakapan untuk menemukan percikan-percikan halus dalam pikiran dan perbuatan  dan untuk menemukan kebenaran langsung yang ditunjukan oleh pengalaman, tanpa terjebak oleh argumen-argumen yang keliru tentangnya.
2.  Metode Mauizhah Hasanah
              Metode mauizhah hasanah dalam perspektif dakwah sering diungkapkan, secara bahasa mauizhah hasanah terdiri dari dua kata mauizhah dan hasanah, mauizhah berarti nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Sementara hasanah adalah kebalikan dari sayyi’ah, yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.          
              Adapun pengertian secara istilah ada beberapa pendapat, antara lain adalah:
a.    Menurut Imam Abduh bin Ahmad an-Nasafi yang dikutif oleh Hasanuddin adalah sebagai berikut:   
والموضة الحسنة وهو التى لا يخفى عليهم انك تنا صحهم بها وتقصد ما ينفعهم فيها او باالقران
Mauizhah hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidaak tersembunnyi bagi  mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.”  
b.    Menurut Abdul Hamid al-Bilali Mauizhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj atau metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Alloh dengan memberikan nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka berbuat baik.
Dari beberapa pemahaman diatas dapat ditarik pemahaman  bahwa  mauizhah  hasanah mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar dan membeberkan kesalahan orang lain.
                Metode mauizhah hasanah merupakan metode dakwah dengan cara bertutur kata yang baik, memberi nasihat dengan mengemukakan dalil, alasan atau argumen yang jelas, rasional, dan tepat sesuai dengan mad’u dan situasi serta kondisi yang dihadapinya.       
3.  Metode Mujadalah
Dari segi bahasa lafadz mujadalah diambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambah dengan huruf alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” maknanya menjadi berdebat, dan mujadalah artinya adalah perdebatan.
Sedangkan pengertian mujadalah menurut istilah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa menimbulkan suatu permusuhan diantara keduanya.
Menurut Sayyid Muhammad Thantawi mujadalah adalah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
          Menurut tafsir al-Nasafi, kata mujadalah mengandung arti:
وجادلهم باالتي هي احسن بالطريق التيهي احسن طريق المجادلة من الرفيق واليين من غير فظاظة او بما يوقد القلوب ويعد النفوس ويحلو العقول وهو رد على من يأبي المنا ظرة في الدين
“Berbantahan dengan baik yaitu dengan cara yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan menggunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa menerangi akal pikiran, dan ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.”
      

           Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil pemahaman bahwa mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis dan tidak menimbulkan suatu permusuhan diantara keduanya dengan tujuan agar  lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Saling menghargai antara satu dengan yang lainnya, dan mengakui kebenaran pihak lain, dan ikhlas menerimanya.
         Metode mujadalah merupakan salah satu metode dengan pergaulan yang baik sesuai dengan makna yang tersebut diatas. Selain itu, metode ini ditafsirkan sebagai metode dengan menggunakan cara diskusi, bertukar pikiran, dan berdebat. Metode ini digunakan untuk mentransfer ilmu yang dimiliki dan untuk mempertahankan keilmuan, juga dimaksudkan agar sasaran dakwah dapat menaruh perhatian dan kepercayaan kepada juru dakwah.
          Demikian sedikit ilmu tentang kedakwahan yang saya bisa sampaikan, insyaalloh masih ada tulisan saya selanjutnya tentunya tentang kedakwahan. Semoga bermanfaat, khususnya bagi saya yang masih harus banyak belajar, dan bagi teman-teman seperjuangan, generasi dakwah yang saya banggakan, dan semoga kita bisa terus istiqamah dalam agama dakwah ini, aamiin.



   Bandung, 14-4-2014
(Umi Sasya)




Tidak ada komentar: