Metode
Dakwah
(Berbagi
Ilmu dengan Generasi Dakwah)
Dakwah, adalah tugas setiap umat
Islam, sekecil apapun ajakan kita kepada orang lain bisa disebut dengan dakwah.
Jadi, jangan artikan dakwah hanya ceramah di mimbar-mimbar, didepan kamera atau
diatas panggung. Belakangan banyak penomena pelaku dakwah atau da’i yang
menghebohkan, kalau yang positif, ya, bagus, tapi kalau yang beredar dimedia
yang negative, tentunya akan mencemarkan nama baik da’i itu sendiri, dan mau
tidak mau para da’i yang lain kecipratan dampaknya. Baik da’i kondang yang
sudah melanglang buana, ataupun da’i yang masih anak bawang seperti saya
(maksudnya istri mantan tukang bawang) hehe.
Bersyukur saya dibesarkan dilingkungan
Pesantren yang selalu melatih para santrinya supaya bermental baja, bukan
mental tempe, dilatih untuk berani tampil didepan umum terutama untuk tampil
berdakwah. Saya masih ingat, ketika di Pesantren setiap menjelang malam jum’at
semua santri sibuk mencari materi yang akan disampaikan pada acara latihan dakwah,
sibuk mencari materi yang akan disampaikan, sibuk berlatih jalan menuju podium,
berlatih membaca salam, retorika, bahkan zaman saya di Pesantren kalau mau
latihan dakwah sibuk nyari lagu yang cocok juga dengan materi yang akan
disampaikan, bisa dangdut, pop, atau lagu-lagu melayu, heuhey, emang sih
sedikit lebay, tapi sangat mengesankan, karena mau tidak mau dakwah harus
menarik dengan sedikit bumbu seperti itu (aaah, jadi kangen masa-masa di
Pesantren).
Dan, saya nggak bakalan lupa, kalau
setiap ba’da magrib mengikuti pengajian tafsir, saya selalu bawa buku catatan,
apa yang disampaikan Guru tercinta semuanya saya catet, dan catatan itu masih
ada sampai sekarang. Saya duduk dibarisan paling depan, saya liatiiin gerak
gerik Guru saya, sampai gaya bicaranya beliau. Daaaan, ternyata sampai sekarang
saya tiru gaya beliau, ketika saya mau ngisi ceramah di Majlis-majlis Ta’lim
misalnya, saya selalu baca kalimah toyyibah sebelum berdakwah, sama
seperti apa yang dilakukan guru saya (semoga saya bisa seperti beliau) aamiin.
Dan jauh sebelum saya kuliah di
Fakultas Dakwah, saya terlebih dahulu belajar berdakwah di Pesantren, kemudian
banyak belajar teori dibangku perkuliahan. Tak apalah, praktek dulu, kemudian
teori, kemudian praktek lagi.
Dari banyaknya penomena palaku dakwah
atau da’i yang nyeleneh saat berdakwah, ada yang menggunakan metode pengobatan
yang berujung pada kasus yang menurut saya tidak pantas dilakukan oleh seorang
pelaku dakwah, metode persilatan, yang menjadi heboh di media, bahkan metode
dakwah yang berkolaborasi dengan goyang oplosan, hadoooh, dunia dakwah menjadi
seperti lelucon, padahal, dakwah itu tugas mulia semua umat Islam, dan tentunya
membawa pesan agama yang sangat mulia, lantas, pantaskah pesan agama yang
sangat mulia ini dicampur adukkan dengan hal-hal yang tidak sepantasnya
dilakukan oleh pengemban dakwah? Tentu tidak, oleh karenanya, seorang da’i
perlu membekali dirinya ilmu tentang kedakwahan, disamping materi yang akan
disampaikan. Berikut sekelumit ilmu tentang metode dakwah yang kupersembahkan
buat generasi dakwah.
Dari
segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa
metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Apabila kita artikan secara bebas,
metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk
mencapai suatu maksud.
Dakwah
adalah mengajak dan menggerakkan manusia agar mentaati ajaran-ajaran Alloh
(Islam) dengan hikmah dan kasih sayang sehingga Islam dilaksanakan dalam
kehidupan, dalam arti yang luas, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Dari
pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa metode dakwah adalah cara-cara tetentu
yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk
mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini
mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human
oriented menetapkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.
Metode dakwah menyangkut masalah
bagaimana dakwah itu harus dilaksanakan. Jadi, metode dakwah adalah suatu cara
yang dapat ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Metode dakwah adalah
cara mencapai tujuan dakwah. Cara-cara ini dilakukan pada suatu pelaksanaan
dakwah berlangsung. Tentunya penggunaan cara tersebut tergantung kepada materi
dan objek tertentu pula. Untuk itu para da’i dituntut agar menggunakan metode
yang tepat supaya dakwah yang dilakukannya mencapai keberhasilan.
Al-Qur’an
memberikan petunjuk berbagai metode dakwah sebagaimana tersirat dalam Q.S
al-Nahl ayat 125:
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah
manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui
tentang siapa yang sesat dijalan-NYA dan
Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dari
ayat tersebut dirumuskan setidaknya ada tiga metode dakwah yang dikemukakan,
yaitu:
1.
Metode
Hikmah
Arti hikmah menurt Al-Asma’i adalah mencegah manusia dari perbuatan dzalim.
Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang, diartikan demikian
karena sipenunggang kuda dapat mengendalikan kudanya, sehingga sipenunggang
kuda dapat mengaturnya, baik itu perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini
maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali dan tidak
akan terjerumus pada perbuatan yang hina.
M. Abduh
berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah
dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga diartikandalam arti ucapan yang sedikit lafadz
akan tetapi mengandung banyak makna.
Atau diartikan meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya. Sementara Toha
Yahya Umar menyatakan bahwa hikmah berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang
sesuai dengan perkembangan zaman akan tetapi tidak bertentangan dengan aturan
Alloh.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad
Mahmud An-Nasafi, arti hikmah adalah:
باالحكمة أي باالمقالة الصحيحة المحكمة وهو
الدليل المو ضح للحق المزيل لشبهة
“Dakwah bi
al-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti,
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.”
Menurut
Syeikh Zamakhsyari dalam kitabnya “al-Kasysyaf” al-hikmah adalah
perkataan yang pasti dan benar, ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan atau kesamaran.”
Dari penjelasan diatas dapat
diambil pemahaman bahwa hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang
sangat penting, karena dapat menentukan sukses dan tidaknya dakwah.
Al-Ghazali
mengemukakan bahwa ada empat menifestasi hikmah, yaitu:
-
Husn at-Tadbir
(kemampuan/kecakapan administrative) kecakapan ini memungkinkan seseorang
menentukan cara terbaik untuk mendapatkan kebaikan bagi dirinya sendiri maupun
orang lain. Misalnya, dalam mengatur
rumah tangga atau Negara;
-
Paudat
adz-Dzihan (kecermatan yang sangat),
kecakapan ini menolong orang untuk sampai kepada keputusan yang tepat ketika terjadi
silang pendapat;
-
Naqayat
ar-Ra’y (kejernihan pikiran), hal
ini merupakan wawasan yang membantu seseorang untuk menerapkan cara-cara yang
benar untuk mendapatkan hasil-hasil terbaik dalam sebuah problem tertentu;
-
Sawab
az-Zahra (ketajaman pikiran),
kecakapan jenis ini meliputi kecakapan untuk menemukan percikan-percikan halus
dalam pikiran dan perbuatan dan untuk
menemukan kebenaran langsung yang ditunjukan oleh pengalaman, tanpa terjebak
oleh argumen-argumen yang keliru tentangnya.
2. Metode Mauizhah Hasanah
Metode mauizhah hasanah
dalam perspektif dakwah sering diungkapkan, secara bahasa mauizhah hasanah
terdiri dari dua kata mauizhah dan hasanah, mauizhah
berarti nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Sementara hasanah
adalah kebalikan dari sayyi’ah, yang artinya kebaikan lawannya
kejelekan.
Adapun
pengertian secara istilah ada beberapa pendapat, antara lain adalah:
a.
Menurut
Imam Abduh bin Ahmad an-Nasafi yang dikutif oleh Hasanuddin adalah sebagai
berikut:
والموضة الحسنة وهو التى لا يخفى عليهم انك تنا
صحهم بها وتقصد ما ينفعهم فيها او باالقران
“Mauizhah hasanah adalah
(perkataan-perkataan) yang tidaak tersembunnyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan
menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.”
b.
Menurut
Abdul Hamid al-Bilali Mauizhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj
atau metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Alloh dengan memberikan
nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka berbuat baik.
Dari
beberapa pemahaman diatas dapat ditarik pemahaman bahwa mauizhah hasanah mengandung arti kata-kata yang
masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan
dengan penuh kelembutan, tidak membongkar dan membeberkan kesalahan orang lain.
Metode mauizhah hasanah
merupakan metode dakwah dengan cara bertutur kata yang baik, memberi nasihat
dengan mengemukakan dalil, alasan atau argumen yang jelas, rasional, dan tepat
sesuai dengan mad’u dan situasi serta kondisi yang dihadapinya.
3. Metode Mujadalah
Dari
segi bahasa lafadz mujadalah diambil dari kata “jadala” yang
bermakna memintal, melilit. Apabila ditambah dengan huruf alif pada huruf
jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” maknanya menjadi
berdebat, dan mujadalah artinya adalah perdebatan.
Sedangkan
pengertian mujadalah menurut istilah adalah upaya tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa menimbulkan suatu permusuhan
diantara keduanya.
Menurut
Sayyid Muhammad Thantawi mujadalah adalah suatu upaya yang bertujuan
untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti
yang kuat.
Menurut tafsir al-Nasafi, kata
mujadalah mengandung arti:
وجادلهم باالتي هي احسن بالطريق التيهي احسن طريق
المجادلة من الرفيق واليين من غير فظاظة او بما يوقد القلوب ويعد النفوس ويحلو
العقول وهو رد على من يأبي المنا ظرة في الدين
“Berbantahan
dengan baik yaitu dengan cara yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara
lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar
atau dengan menggunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati,
membangunkan jiwa menerangi akal pikiran, dan ini merupakan penolakan bagi
orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil
pemahaman bahwa mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh
dua pihak secara sinergis dan tidak menimbulkan suatu permusuhan diantara
keduanya dengan tujuan agar lawan
menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang
kuat. Saling menghargai antara satu dengan yang lainnya, dan mengakui kebenaran
pihak lain, dan ikhlas menerimanya.
Metode
mujadalah merupakan salah satu metode dengan pergaulan yang baik sesuai
dengan makna yang tersebut diatas. Selain itu, metode ini ditafsirkan sebagai
metode dengan menggunakan cara diskusi, bertukar pikiran, dan berdebat. Metode
ini digunakan untuk mentransfer ilmu yang dimiliki dan untuk mempertahankan
keilmuan, juga dimaksudkan agar sasaran dakwah dapat menaruh perhatian dan
kepercayaan kepada juru dakwah.
Demikian sedikit ilmu tentang
kedakwahan yang saya bisa sampaikan, insyaalloh masih ada tulisan saya
selanjutnya tentunya tentang kedakwahan. Semoga bermanfaat, khususnya bagi saya
yang masih harus banyak belajar, dan bagi teman-teman seperjuangan, generasi
dakwah yang saya banggakan, dan semoga kita bisa terus istiqamah dalam agama
dakwah ini, aamiin.
Bandung, 14-4-2014
(Umi Sasya)