Sabtu, 19 Oktober 2013

AQIQAH



(Disampaikan pada acara aqiqah disalah satu rumah yang berada 
di komplek Bumi Cibiru Raya Bandung Jawa Barat)
Pengertian Aqiqah

’Aqiqah berasal dari kata ’aqqu (عَقُّ) yang mempunyai arti potong. Ibnul-Qayyim menukil perkataan Abu ’Ubaid bahwasannya Al-Ashmaa’iy dan lain-lain berkata :
أن أصلها الشعر الذي يكون على رأس الصبي حين يولد وإنما سميت الشاة التي تذبح عنه عقيقة لأنه يحلق عنه ذلك الشعر عند الذبح قال ولهذا قال أميطوا عنه الأذى يعني بذلك الشعر
”Pada asalnya makna ’aqiqah itu adalah rambut bawaan yang ada di kepala bayi ketika lahir. Hanya saja, istilah ini disebutkan untuk kambing yang disembelih ketika ’aqiqah karena rambut bayi dicukur ketika kambing tersebut disembelih. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits : ”Bersihkanlah dia dari kotoran”. Kotoran yang dimaksud adalah rambut bayi (yang dicukur ketika itu).
Al-Jauhari mengatakan : ”Aqiqah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuhnya, dan mencukur rambutnya”.  Selanjutnya Ibnul-Qayyim berkata : “Dari penjelasan ini jelaslah bahwa aqiqah itu disebutkan demikian karena mengandung dua unsur di atas dan ini lebih utama”.
Oleh karena itu, definisi ’aqiqah secara syar’i yang paling tepat adalah binatang yang disembelih karena kelahiran seorang bayi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah ta’ala dengan niat dan syarat-syarat tertentu.

Hukum Aqiqah

Hukum aqiqah adalah sunah muakkadah, sebagaimana  hadits Nabi SAW,  
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الْعَقِيْقَةِ، فَقَالَ : “لاَ أُحِبُّ الْعُقُوْقَ”، وَكَأَنَّهُ إِنَّمَا كَرِهَ الاِسْمَ، وَقَالَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ
Rasulullah SAW ditanya tentang aqiqah, maka dia berkata : “Aku tidak menyukai ‘uquq” (Seolah-olah dia tidak menyukai namanya). Dan beliau berkata : “Barangsiapa yang dilahirkan seorang anak untuknya dan hendak beribadah untuknya, maka hendaklah dia melakukannya, Disini Rasulullah menjelaskan : “jika …. hendaklah dia mengerjakannya”. Ini menunjukkan tidak wajib. Rasulullah tidak menyukai namanya, karena kata uquq maknanya adalah kedurhakaan.
Oleh karenanya Nabi lebih menyukai menggunakan kata Nasikah (penyembelihan) daripada kata  aqiqah. 

Kemudian  hadits Rasulullah SAW  yang menejelaskan bahwa beliau  melakukan aqiqah untuk Hasan dan Husain dengan seekor kambing, dan seekor kambing. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah. Tetapi Abu Hatim menyatakan hadits itu mauquf. (Bulughul Maram, bab tentang aqiqah).
Hadits tersebut  menjelaskan tentang  perbuatan Rasulullah  SAW yang menyembelih kambing ketika cucu-cucu beliau dilahirkan. Ini termasuk kategori sunnah  fi’liyah yang tidak dengan tegas menyatakan kewajiban.
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ ، وَيُحْلَقُ ، وَيُسَمَّى
Setiap anak itu digadaikan kepada aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur dan diberi nama”.

Utamanya anak laki-laki dua ekor kambing, dan perempuan satu ekor kambing, dan hendaklah disembelih aqiqah pada hari  ketujuh dari hari lahirnya anak, tetapi kalau tidak mampu, maka boleh dikemudian hari, sebelum  baligh.

Kadar  Aqiqah

Kadar aqiqah bayi laki laki dan perempuan berbeda, untuk bayi laki laki maka aqiqahnya adalah dua ekor domba. Dan bagi bayi perempuan adalah satu ekor domba. Sebagaimana hadits nabi mengatakan:
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
            Dari Aisyah ra, yang artinya: “Nabi SAW  memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)

Syarat menyembelih hewan aqiqah
1.       Muslim atau ahli kitab
2.      Baligh
3.      Berakal sehat
4.      Hewan yang akan  disembelih harus memenuhi syarat

Jenis Hewan untuk ‘Aqiqah
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama pendapat tentang masyru’-nya kambing atau domba untuk ‘aqiqah. Boleh dari jenis jantan ataupun betina. Hal ini didasarkan oleh hadits :
عن أم كرز قالت سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم أذكرانا كن أم إناثا
Dari Ummu Kurz ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina”.
Namun mereka berselisih pendapat tentang jenis hewan selain kambing atau domba (misalnya : onta atau sapi).
1.    Jumhur ulama membolehkannya. 
Mereka berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya :
أن أنس بن مالك كان يعق عن بنيه الجزور
”Bahwasannya Anas bin Malik mengaqiqahi dua anaknya dengan Unta”.
عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من ولد له غلام فليعق عنه من الإبل أو البقر أو الغنم
Dari Anas bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikaruniai seorang anak laki-laki, hendaklah ia beraqiqah dengan onta, sapi, atau kambing”.
Namun atsar ini tidak shahih.
Mereka (jumhur) juga beralasan bahwa makna syaatun (شاة) dalam bahasa Arab bisa bermakna domba, kambing, sapi, unta, kijang, dan keledai liar.
2.   Sebagian ulama tidak membolehkannya, bahkan mereka menyatakan tidak sah ’aqiqah selain dari jenis kambing atau domba.
Dalil mereka adalah dalil-dalil yang telah disebutkan pada pembahasan di atas yang semuanya menyebut dengan istilah domba atau kambing. Selain itu, mereka juga berdalil dengan atsar berikut :
عن يوسف بن ماهك قال دخلت أنا وبن مليكة على حفصة بنت عبد الرحمن بن أبي بكر وولدت للمنذر بن الزبير غلاما فقلت هلا عققت جزورا على ابنك فقالت معاذ الله كانت عمتي عائشة تقول على الغلام شاتان وعلى الجارية شاة
Dari Yusuf bin Maahik ia berkata : ”Aku dan Ibnu Mulaikah masuk menemui Hafshah binti ’Abdirrahman bin Abi Bakr yang saat itu sedang melahirkan anak dari Mundzir bin Az-Zubair. Aku pun berkata : ’Mengapa engkau tidak menyembelih seekor unta untuk anakmu ?’. Ia pun menjawab : ’Ma’aadzallah (aku berlindung kepada Allah) ! Bibiku, yaitu ’Aisyah, pernah berkata : ”Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing”.
عن عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَرْدٍ الْمَكِّيُّ قَالَ سَمِعْت ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ يَقُولُ { نُفِسَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ فَقِيلَ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ عُقِّي عَنْهُ جَزُورًا فَقَالَتْ مَعَاذَ اللَّهِ وَلَكِنْ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاتَانِ مُكَافَأَتَانِ }
Dari ’Abdil-Jabbar bin Ward Al-Makkiy ia berkata : Aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata : ”Ketika anak laki-laki ’Abdurrahman bin Abi Bakr lahir, ditanyakan kepada ’Aisyah : ’Wahai Ummul-Mukminin, apakah boleh seorang anak laki-laki di-’aqiqahi dengan seekor Unta ?’. ’Aisyah menjawab : ’Ma’aadzallah, akan tetapi sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ’Dua ekor kambing yang setara/sama’”.
عن أم كرز وأبي كرز قالا نذرت امرأة من آل عبد الرحمن بن أبي بكر إن ولدت امرأة عبد الرحمن نحرنا جزورا فقالت عائشة رضى الله تعالى عنها لا بل السنة أفضل عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة
Dari Ummu Kurz dan Abu Kurz, mereka berdua berkata : ”Telah bernadzar seorang wanita dari keluarga ’Abdurrahman bin Abi Bakr jika istrinya melahirkan anak, mereka akan menyembelih seekor onta. Maka ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa berkata : ”Jangan, bahkan yang disunnahkan itu lebih utama. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing”.

Tata cara penyembelihan hewan aqiqah :
1. Berniat memotong hewan aqiqah
2. Penyembelihan dilakukan dengan sengaja
    dan menyebut nama Allah
3. Alat mnyembelih harus tajam dan tidak
    boleh menggunakn kuku, gigi, atau tulang
4. Hewan sembelihan digulingkan ke rusuk
    kiri dan dihadapkan kearah kiblat
5. Membaca salawat Nabi, dan keluarganya

Bersedekah  Dengan perak Seberat Timbangan Rambut
Pada hari ketujuh kelahiran anak, dilaksanakan penyembelihan hewan qurban, dan dan disunnahkan mencukur rambut bayi, bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya dan diberi nama pada hari ketujuhnya pula. Masih ada ulama yang menerangkan tentang sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan perak), akan tetapi dizaman sekarang ini orang tua lebih suka bersedekah emas seberat timbangan rambut bayi itu, tidak salah juga karena dua duanya mempunyai dasar hukum, akan tetapi yang diperintahkan Nabi adalah bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut sibayi, ada pula hadits yang mengatakan bahwa bersedekah dengan emas seberat timbangan rambut sibayi, walaupun haditsnya tidak shahih.

Hikmah  Aqiqah:
Ø  Menghidupkan sunah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim a.s tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta yaitu  Ismail a.s
Ø  Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
Ø  Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.”
Ø  Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
Ø  Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
Ø  Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.

                                                                                         Ahad, 15 Dzulhijjah 1434 H
                                                                                                         
                                                                                                     Umi Sasya
                                                                                  




Kamis, 10 Oktober 2013

Berani Bicara



Rabu, 10 Oktober enam tahun yang lalu, pukul 5. 12 WIB aku melahirkan anak pertamaku, yang kiberi nama Sajida Detria Maida, selang duabelas menit, tepatnya pukul 5. 22 WIB lahirlah anak keduaku, yang kuberi nama Syakira Detria Maida. Kunamai mereka (anak kembarku) "sujud - syukur" (Sajida-Syakira). Ya, kunamai mereka Sajida dan Syakira, karena dengan kehadiran mereka aku sangat ingin berterima kasih kepada-NYA, bagaimana tidak, hampir tiga tahun kumenanti kehadiran mereka. Disamping itu, aku sangat berharap mereka jadi ahli ibadah (sajida) dan orang yang pandai bersyukur (syakira).

Kini mereka sudah bukan balita lagi, jadi, sangat wajar jika apa yang dikatakan mereka bukan lagi ocehan yang tiada arti. Mereka lebih kritis dengan lingkungan sekitar, terutama mengamati emaknya, hee....

Sungguh, aku sangat kaget, ketika usianya enam tahun, mereka sudah bisa menganalisa apa yang dilakukan atau bahkan bisa menterjemakan apa yang aku rasakan. Seperti biasa, menjelang tidur mereka curhat, cerita apa yang mereka alami seharian, baik disekolah atau yang dialami bersama teman mainnya yang ada dilingkungan rumah.

Dimalam menjelang tidur 10 oktober 2013 ini kaka Sajida tiba tiba bicara, "mama, kaka nggak mau nikah" hahhhh... aku terkejut, kaget campur pengen ketawa, "kenapa kaka nggak mau nikah?" kubalik tanya dia, "iya, kan kalau nikah jadi jauh sama mama" sicantik Sajida menjawab sambil memelukku erat, sejenak kuterdiam mendengar jawaban itu, ada banyak penafsiran dikepalaku yang bersuliweran. Pertama, dia benar benar tidak mau jauh dariku, aku merasa GR, wahhhh, ternyata aku sudah menjadi idola bagi anakku, istilahnya sudah menjadi ibu yang baik menurutnya. Tapi, aku kembali berfikir, jangan jangan, dia ngomong seperti itu karena dia sering menganalisa apa yang aku alami sekarang. Memang semenjak menikah aku sangat jarang pergi menemui ibu tercinta, karena banyak hal yang tidak mungkin aku ungkap satu persatu disini, yang pasti, yang kulakukan ini insyaAlloh yang terbaik.

Dari peristiwa ini, aku sangat sadar sesadar sadarnya, bahwa ibu itu idola bagi anak anaknya, apapun keadaannya. oleh sebab itu, aku benar benar harus  pandai menjaga sikap, perasaan, juga pandai merangkai kata untuk mereka anak kembarku yang kini usianya genap enam tahun. Besar harapanku terhadap mereka, semoga mereka menjadi anak yang shalihah, cerdas, selalu sehat, bahagia di dunia dan akhirat. Dan, semoga saja aku selalu bisa memberikan yang terbaik buat mereka, aamiin.


Selasa, 08 Oktober 2013

Hikmah Dibalik Ibadah Qurban

Hari raya Iedul Adha atau kita biasa menyebutnya Iedul Qurban adalah hari dimana semua ummat manusia bersuka cita, baik simiskin ataupun sikaya, yang miskin atau yang kekurangan bisa merasakan kebahagiaan yang tak terhingga dengan mendapatkan bagian daging qurban, bahkan, shalatIiedul Qurban sunnah dilaksanakan lebih pagi, berbeda dengan shalat sunnah Iedul Fitri, karena sudah banyak yang menanti pelaksanaan qurban. Sedangkan bagi sikaya, qurban merupakan kebahagiaan karena bisa berbagi dengan orang orang yang ada disekitar, tentunya, tidak hanya ingin mendapat pujian dari orang lain.

Melihat dari arti qurban sendiri, adalah mendekatkan diri kepada Alloh SWT, melaksanakan qurban dengan harapan akan lebih dekat dengan-NYA pemilik segala sesuatu yang ada dilangit dan di bumi, jadi, segala motivasi diluar itu harus dienyahkan, demi tercapainya tujuan yang mulia tadi.

Sejarah awal mula disyari'atkannya ibadah qurban adalah dari peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim adalah seorang yang sangat merindukan anak yang sholeh, tercatat dalam Al-Qur'an do'a do'a yang beliau panjatkan untuk mendapat keturunan yang shalih. Nabi Ibrahim mempunyai seorang istri yang bernama Siti Sarah, akan tetapi darinya Nabi Ibrahim tidak mempunyai keturunan, kemudian Istrinya menyarankan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Siti Hajar.

Singkat cerita, Siti Hajar pun mengandung anak  dari Nabi Ibrahim, melihat Siti Hajar mengandung anak Nabi Ibrahim Siti Sarah pun merasa cemburu, kemudian ia menyarankan agar Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar pergi dari sisinya. Nabi Ibrahim membawa pergi Siti Hajar kesebuah tempat yang sangat tandus, dan atas perintah Alloh Nabi Ibrahim harus meninggalkan Siti Hajar yang sedang ada dalam keadaan hamil tua. Pada mulanya Siti Hajar tidak mau ditinggalkan oleh suaminya yaitu Nabi Ibrahim, akan tetapi setelah tahu bahwa apa yang dilakukan suaminya itu adalah perintah Alloh maka Siti Hajar pun rela ditinggalkan oleh suaminya tercinta. Dengan berat hati Nabi Ibrahim pun meninggalkan istrinya dipadang pasir yang sangat tandus itu seorang diri.

Tiba waktunya melahiran, Siti Hajar pun harus berjuang sendirian, kemudian Ismail pun lahir, dan Ismail mengangis kencang karena tidak mendapati air susu dari ibunya, karena Siti Hajar dalam keadaan lapar dan haus. Kemudian dalam keadaan yang sulit itu pula Siti Hajar rela pergi untuk mencari air demi anaknya, setelah tujuh kali bolak balik antara bukit Shafa dan Marwah, akhirnya perjuangan Siti Hajar tidak sia sia, ia mendapatkan mata air, kemudian ia mengumpulkannya seraya berkata " 'jam 'jam 'jam 'jam" dan berkumpullah air itu. Yang sekarang kita kenal dengan air jam jam.

Ismail pun tumbuh dewasa, kemudian bertemu kembali dengan ayahnya yaitu Nabi Ibrahim. Seakan ujian tiada henti menghapiri Nabi Ibrahim dan keluarganya, perintah Alloh pun datang melalui mimpinya, beliau diperintahkan untuk menyembelih atau mengurbankan anak simata wayangnya yaitu Ismail.



Nabi Ibrahim menyampaikan kepada Ismail,
إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Sungguh aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu (Ismail), – Aku diperintahkan agar aku menyembelih kamu, wahai Ismail. – Bagaimana menurutkanmu Ismail? Bapak gelisah karena mimpi ini.” Ternyata jawaban dari anaknya di luar dugaan. Ia tidak mengatakan, “Jangan!”, “Tidak mau. Saya tidak mau disembelih.”, atau “Ayah jahat,” misalnya. 

Ternyata jawaban dari Ismail,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
“Wahai Bapakku, lakukan saja. Aku insya Allah termasuk orang-orang yang siap dengan sabar menghadapi perintah Allah ini.” “Jadi pendapatmu seperti itu?” “Iya, itu adalah perintah dari Allah. Lakukan saja, jangan ragu-ragu. Saya Insya Allah termasuk orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian seperti ini.”

Ismail pun meminta agar ayahnya menajamkan pisau yang akan dipake menyembelihnya, kemudian Nabi Ibrahim membaringkan Ismail, akan tetapi, setelah keduanya (Nabi Ibrahim dan Ismail) berserah diri, Alloh mengganti Ismail dengan Domba yang sangat besar, dan Nabi Ibrahim mendapati ismail disampingnya dalam keadaan yang sangat baik.


Banyak hal yang harus kita ambil hikmah dari kisah ini. Diantaranya adalah, Kita harus menjadikan Siti Hajar sebagai tauladan. Siti Hajar adalah seorang wanita yang shalihah dan melahirkan anak yang shalih, yang patut kita ambil hikmah adalah, jika Ibunya shalihah maka insyalloh akan menghasilkan anak yang shalih dan shalihah juga. Berkaca juga pada seorang anak dari Nabi Nuh, Kan'an namanya, walaupun ia seorang anak Nabi, tapi tidak lantas ia menjadi anak yang shalih, karena apa? karena Kan'an mempunyai ibu yang tidak Shalihah.  

Hikmah lain dari kisah ini adalah, bahwa kita sebagai orang tua harus melakukan seperti apa yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap anaknya, Ismail. Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya, maka Nabi Ibrahim tidak langsung melakukannnya, akan tetapi beliau terlebih daulu menanyakan bagaimana pendapat  Ismail. dan ternyata jawaban Ismail adalah sangat mengejutkan, dia rela disembelih oleh ayahnya, karena itu merupakan perintah Alloh SWT. Dalam artian budaya musyawarah itu harus tetap ada, jangan mentang mentang yang berkuasa lalu bisa bebas melakukan apa saja terhadap bawahannya, disini kita ambil tentang sikap seorang bapak terhadap anaknya.

Semoga saja, dengan mengetahui kisah ini kita bisa menjadi seorang istri dan Ibu yang selalu sabar, dan bisa menjadi tauladan bagi anak anak kita, tentunya sangat berharap anak anak kita menjadi anak anak yang shalih dan shalihah, aamiin.

Semoga bermanfaat,
Wallohu a'lam.

 

Selasa 8 Oktober 2013 M/3 djulhijjah 1434 H


                        Umi Sasya